DENPASAR - Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang terjadi di lingkungan keluarga pejabat Kota Denpasar, akhirnya menjalani sidang pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan menuntut terdakwa dengan hukuman 1 bulan penjara.
Kondisi itu membuat banyak pihak terutama masyarakat yang mempertanyakan dan berbagai tanggapan terhadap kejadian itu. Keluarga yang mendengar dan menyaksikan sidang tersebut cuma bisa mengurut dada saja serta heran bagaimana bisa pembacaan tuntutan yang berbeda dari ancaman hukuman yang terurai secara jelas dalam Pasal 44 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT.
Hasil Visum et Repertum No 445/2320/RSUDW tanggal 27 Mei 2022 sudah menjelaskan bahwa, pada korban perempuan berusia 31 tahun ditemukan memar serta peninggian pada kepala akibat trauma tumpul yang untungnya tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
" Jadi itu seolah cuma lembaran formalitas saja, ” ucap salah satu keluarga korban saat ditemui pasca sidang di PN Denpasar, Kamis (16/2/2023).
Baca juga:
Gawat, KPK Membuat Program Desa Antikorupsi
|
Mereka juga mengatakan akan mengajukan pembelaan secara tertulis pada sidang selanjutnya.
" Kami tetap berterima kasih dan mengapresiasi mesti hanya sebatas kasus KDRT, sidang ini langsung dari Ketua Pengadilan Negeri Denpasar, Nyoman Wiguna ikut turun langsung menjadi ketua Majelis Hakim , " sebutnya.
Mereka juga menimang hal ini untuk mengadukan ke Komisi Yudisial dan Komnas HAM Perempuan. Namun mereka juga yakin bahwa Kejaksaan sudah memikirkan yang terbaik dan telah melihat juga kondisi yang dialami keluarganya akibat kekerasan fisik.
Bila melirik, Isi Pasal 44 Ayat (1) UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT)::
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000, 00 (lima belas juta rupiah).
Isi Pasal 44 Ayat (2) UU PKDRT:
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000, 00 (tiga puluh juta rupiah).
Isi Pasal 44 Ayat (3) UU PKDRT:
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000, 00 (empat puluh lima juta rupiah).
Isi Pasal 44 Ayat (4) UU PKDRT:
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000, 00 (lima juta rupiah).
'Tapi hal ini bisa dicabut oleh pelapor jika terjadi kesepakatan damai dua pihak' (Dikutip dari Advokat Stefanus Gunawan disalah satu media online, 19/10/2022)
I Putu Eka Suyantha selaku Kasi Intel Kejari Denpasar menerangkan, kasus KDRT yang menyeret terdakwa I KGA sampai ke meja hijau ini terjadi ditempat tinggal terdakwa di Jalan Diponegoro Gang Pantus Sari, Abengan Denpasar selatan sekitar pukul 21.30 Wita.
Saat itu, kata Eka Suyantha saksi korban dr. ID yang merupakan istri terdakwa bertanya kepada terdakwa,
”Kamu dari mana dan kenapa tidak angkat telpon, saya sudah telpon berkali-kali”
"Terdakwa tidak menjawab malah emosi dan memukul korban berkali-kali dengan bantal ke tubuh dan kepala hingga korban mengatakan stop sakit, ” jelas Eka Suyantha mengutip surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Made Ayu Citra Maya Sari.
Meskipun korban sudah mengeluh sakit saat dipukul dengan bantal, terdakwa tidak menghiraukannya dan malah memukul korban dengan tangan terbuka sebanyak lima kali yang mengenai kepala bagian atas dan juga dahi korban.
" Semoga keputusan nanti Majelis Hakim Yang mulia mampu menilai untuk seadil-adilnya bagi keluarga kami, " harapnya. (Tim)